Siapa yang tidak setuju jika bisa berbisnis dapat dilakukan kapanpun, dimanapun, dan bagi siapapun. Cara ini hanya bisa dilakukan dengan cara
online. Yup, berbekal koneksi internet dan gadget sudah bisa melakukannya.
Baca juga:
Fenomena STARBox, Senjata Baru untuk UKM Indonesia Hadapi MEA
Masalahnya, kebanyakan pebisnis mengawalinya dengan terburu-buru. Mulai dari konsep dan tujuan, hingga cara memaknai media sosial. Berikut Kesalahan Fatal Pebisnis Pemula di Media Sosial:
1. Tidak Terkonsep dan Tidak Terstruktur
Kebanyakan pebisnis pemula di media sosial termotivasi dengan akun-akun lain yang sudah lebih dulu sukses. Sayangnya mereka hanya mencontoh yang terlihat dari akun-akun tersebut tanpa tahu kenyataan dibalik kesuksesannya.
Kebanyakan mereka juga menggunakan konsep dan menyusun rencana berdasarkan contoh-contoh yang biasa dilakukan orang berbisnis di media sosial. Maka tidak heran jika kita sering berjumpa dengan penjual di media sosial dengan pola dan taktik yang sama.
Padahal, tidak semua calon pembeli di media sosial "mempan" dengan cara yang sama.
2. Menambah Fans atau Followers Sebagai Tujuan Awal
Kebanyakan pebisnis memulainya dengan memperbanyak
fans atau
followers. Jumlah
fans atau
followers dianggap dapat mempengaruhi kredibilitas pemilik akun.
Mensiasati hal tersebut, kebanyakan pebisnis pemula tanpa ragu "membeli"
fans atau
followers agar dapat segera bersaing dengan akun bisnis lain yang sudah lama ada dengan jumlah
fans atau
followers yang jumlahnya sudah cukup banyak.
Punya banyak
fans atau
followers dalam waktu singkat. Salah? Tidak juga.
Sayangnya kebanyakan orang hanya menghamburkan uang dengan membeli
fans atau
followers yang tidak jelas asal usulnya. Belum lagi kebanyakan akun-akun yang dibeli tersebut merupakan akun tidak aktif yang tidak memberikan respon terhadap konten kita.
Contohnya, akun bisnis yang memiliki jumlah
fans atau
followers sebanyak 100.000 hanya mendapatkan komentar sebanyak 10 orang pada konten. Pasti terlihat aneh.
Padahal, fans atau followers itu adalah calon pembeli, mengapa harus membeli mereka yang tidak akan membeli?
Jadi, lupakan soal jumlah
fans atau
followers demi kredibilitas akun. Mari memulainya dengan komunikasi yang baik dengan audiens.
Karena setiap komunikasi yang baik dengan
fans atau
followers dapat dilihat oleh akun-akun lainnya. Sehingga lebih dapat meningkatkan kredibilitas akun dibandingkan jumlah fans atau followers yang hanya bisa terdiam.
3. Fokus pada "Konten adalah Raja"
Hampir setiap orang yang setiap harinya menggunakan media sosial untuk bisnis selalu berusaha keras membuat kontennya terlihat menarik dan dapat mendatangkan perhatian dan repon dari audiensnya. Bahkan bagi mereka yang sudah sekian lama mempelajari
internet marketing juga mengadopsi konsep ini.
Sayangnya kebanyakan mereka hanya fokus terhadap bagaimana membuat konten yang dapat menarik minat audiensnya. Kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa menciptakan hubungan demi mencapai popularitas bisnis jauh lebih baik dibandingkan konten yang indah sekalipun.
Contohnya:
Akun populer yang hanya berupa konten sederhana mendapatkan ratusan komentar. Sedangkan akun (tidak populer) dengan berbagai konten atraktif hanya mendapatkan puluhan komentar.
Populer memang bisa di dapatkan dari konten, karena konten dapat menciptakan kesan dan dapat diingat audiens. Tapi menjalin hubungan dengan audiens jauh lebih baik.
Lebih lengkap:
Konten adalah Raja di Media Sosial? Itu Kuno!
4. Berusaha Menjadi Viral
Siapa yang tidak suka jika bisnisnya menjadi perbincangan banyak orang. Sayangnya, popularitas yang ingin didapatkan para pebisnis pemula hanya dianggap berasal dari konten yang viral.
Tidak semua yang viral memiliki makna positif. Tidak semua yang viral dibuat secara sengaja (alami). Dan yang terpenting, tidak semua yang viral berlangsung selamanya.
Jadi, membuat bisnis menjadi viral dengan makna yang positif saja sudah sangat sulit. Dan menjadi lebih sulit lagi ketika mempertahankannya.
Lebih lengkap:
Fenomena Konten Viral di Media Sosial
5. Bisnis Online TIDAK Selamanya Harus Online
Ada kalanya ketika audiens merasa sangat puas ketika dapat berjumpa langsung dengan penjual bisnis atau mengunjungi langsung ke tempat si penjual.
Meet and Greet menjadi sangat penting bagi audiens yang berinteraksi dengan akun penjual, baik bagi mereka yang sudah lama atau baru mengenal akun penjual.
Hubungan khusus antara penjual dan pembeli yang tidak didapat hanya dengan menatap konten foto atau video dapat menjadikan kesan yang mendalam bagi calon pembeli.
Sayangnya, kebanyakan pebisnis pemula menganggap kalau konsep tersebut hanya membuang waktu dan modal. Padahal, pebisnis pemula yang baru menjajakan dagangan di media sosial sangat minim kepercayaan.
Banyaknya tren permintaan
cash on delivery (COD) sebagai cara bertransaksi adalah salah satu yang sering dijumpai oleh pebisnis pemula di media sosial.
6. Konten yang Membosankan
Kebanyakan pebisnis pemula hanya ingin produknya terjual, sehingga semua konten hanya tentang foto produk, harga, penawaran dan kontak penjual sehingga memenuhi isi akun.
Lalu, apa yang membedakannya dengan berjualan di situs jual beli
online?
Padahal, masih banyak topik untuk konten yang dapat dibuat berdasarkan tren atau momen, atau menyajikan produk dengan kemasan konten yang berbeda.
Sayangnya, pebisnis pemula lebih mengutamakan hasil penjualan dibandingkan eksplorasi tentang cara menjual.
7. Tanpa Analisis dan Kesalahpahaman Analisis
Ibarat berlayar kelautan, kebanyakan pebisnis pemula hanya membutuhkan perahu. Tidak peduli apakah mereka menggunakan dayung, layar, atau mesin. Mereka bahkan tidak memerlukan kompas.
Contohnya, mereka tidak peduli interaksi atau reaksi audiensnya seperti apa. Mereka juga tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk melakukan posting konten.
Di lain soal, kebanyakan dari mereka mendapatkan hasil analisis bukan dari akun sendiri, melainkan dari hasil analisis luar.
Misalnya, tren analisis oleh pakar media sosial menunjukkan kalau audiens tengah online pada pukul 12.00 hingga 13.00, waktu yang tepat untuk melakukan posting. Kenyataannya, analisis tersebut bukanlah didapat dari
fans atau
followers kita, melainkan dari akun-akun lain yang dianalisis oleh pakar tersebut. Sehingga hasilnya bisa berbeda dan dapat berubah sewaktu-waktu.
Jadi, setiap akun memiliki hasil analisis yang berbeda-beda. Jika ingin menganalisis, mulailah dengan akun yang dikelola.
Menganalisis langsung dari alat seperti
facebook insights atau
twitter analytics lebih dari cukup.
Lebih lengkap:
Mengenal Reach dalam Social Media, Pentingkah?
dan
Fitur Analisis Konten dalam Social Media
8. Menggunakan Media Sosial tapi TIDAK Bersosial
Kebanyakan akun bisnis hanya berorientasi terhadap transaksi jual beli, penawaran, diskon, tanya jawab seputar produk atau jasanya. Jika di luar hal yang berkaitan dengan bisnis pribadinya, mereka tidak peduli.
Misalnya, akun bisnis ingin terlihat "besar" dengan jumlah
followers yang banyak dan
following yang sedikit. Perbandingan
followers dan
following bisa 1:100.000 atau lebih. Ada banyak akun bisnis yang memiliki
brand terkenal menerapkan konsep ini. Dan ini normal.
Namun jika sebagai pebisnis pemula menerapkan konsep ini, kesan audiens yang diharapkan justru sebaliknya. Ego seperti itu menjadi kesalahan fatal bagi pebisnis pemula.
Di media sosial, hal ini seperti memiliki kesan negatif tentang pemilik atau pengelola akun yang mencari teman. Tapi kenyataannya tidak ingin berteman. Berharap mendapatkan banyak
followers, tapi tidak ingin mem-
follow.
9. Komunikatif yang Responsif
Membangun
brand di media sosial memang tidaklah mudah. Popularitas akun juga membutuhkan proses yang tidak mudah.
Sayangnya, keinginan memiliki banyak calon pembeli tidak diimbangi dengan respon cepat dengan pesan yang tepat.
Ini seperti penjual yang ingin didatangi banyak calon pembeli, tapi ketika pembeli datang tidak tahu harus bicara apa atau melakukan apa.
Hal ini dinilai wajar ketika pebisnis pemula hanya fokus dengan membuat konten, menambahkan jumlah
followers, dan menganalisa. Tapi tidak siap menghadapi pelanggan.
10. Merasa Bisnis Sudah Besar
Banyaknya pelanggan yang melakukan pemesanan dan memberikan testimoni positif seringkali menjadikan pebisnis pemula berpikir untuk fokus terhadap interaksi yang dianggap penting saja.
Mereka hanya akan memprioritaskan
fans atau
followers yang memang sudah ingin melakukan pemesanan, transaksi dan memberikan testimoni. Sedangkan perlakuan yang beda didapatkan oleh
fans atau
followers yang masih bertanya-tanya, tawar menawar, atau yang bersifat keluhan.
Kesimpulan
Media sosial merupakan alat berhubungan sosial dengan banyak orang melalui jaringan internet. Tanpa merubah makna, pebisnis yang menggunakan media sosial sebagai alat pemasaran sebaiknya juga memahami fungsi dan makna media sosial itu sendiri.
(***)
Oleh:
Praktisi Humas & Pemasaran Digital