KONTEN MARKETING

My Blog

Latest blog

Kebohongan Politik di Social Media

Kita sering menilai kualitas itu lebih baik daripada kuantitas. Namun faktanya kita lebih menyukai jumlah yang lebih banyak tanpa mempedulikan kualitas yang hanya berjumlah sedikit. Logika ini seringkali digunakan kebanyakan orang dalam menilai sesuatu yang tidak belum pernah diketahui atau dikenal sebelumnya. Contohnya, bayangkan ketika kita sedang merasa lapar dan berada di tempat yang terdapat banyak penjual makanan yang kita belum pernah mendapatkan referensi dan mencoba mencicipi sebelumnya, otak kita seringkali memilih tempat yang paling banyak pengunjungnya. Cara memilih tersebut adalah normal bagi kebanyakan orang. 

Atas dasar pola pikir yang sama, tim sukses (timses) dari calon pemimpin menggunakan kuantitas sebagai senjatanya. Kenapa bisa? Begini cara melakukan kampanye politik di social media yang tidak kita ketahui atau bahkan sering kita abaikan.


Tahap 1

Perbanyak Jumlah Audiens di Social Media

Timses berlomba-lomba memperbanyak fans atau follower. Tidak peduli meskipun yang menjadi fans atau followernya adalah akun palsu (fake audiens) yang sengaja dibuat demi menunjukkan kepada akun asli bahwa calon yang diusung memiliki banyak pendukung. Proses selanjutnya adalah para pemilik akun asli akan percaya sehingga ikut bergabung mendukung calon pemimpin yang diusung oleh timses.

Bagaimana dengan yang tidak langsung percaya? Maka proses yang dilakukan selanjutnya adalah propaganda.


Semakin banyak fans atau followers, real audiens percaya bahwa calon pemimpin memiliki banyak pendukung

Tahap 2

Statement Propaganda

Ini adalah proses dimana sang pemilik rumah memperkenalkan anggota keluarganya. Para audiens yang menjadi tamu dibuat senyaman mungkin agar merasa betah berkunjung. Hal yang dilakukan timses adalah memastikan audiens menerima semua pesan politik agar dapat diterima dan dapat disebarkan ke jumlah audiens yang lebih banyak lagi. Sebenarnya proses ini biasa terjadi bukan hanya pada kampanye politik di sosial media, tapi juga pada kegiatan kampanye produk atau jasa perusahaan. Perbedaannya, propaganda politik di sosial media dibuat lebih sistematis.

Propaganda dimainkan oleh 2 aktor utama yang nantinya akan terbagi lagi dengan beberapa skenario yang berbeda. Aktor yang pertama tentunya adalah admin. Admin bertugas memberikan konten yang nantinya akan direspon oleh audiensnya. Sedangkan aktor yang kedua berperan sebagai fake audiens yang akan memberikan respon dari konten admin ataupun membuat konten sendiri. Meskipun perannya sebagai audiens, namun inilah yang paling 'berbahaya' dalam propaganda politik.

Proganda ini terbagi menjadi 3 skenario yang diperankan oleh fake audiens yang berbeda.

Skenario pertama

Audiens yang berperan sebagai tamu. Sebut saja "si Lugu". Perannya mengambil sisi sebagai orang awam yang tidak tahu figur calon pada awalnya. Tentunya hanya berpura-pura. Si Lugu mengajukan beragam pertanyaan seputar figur calon pemimpin. Segala bentuk pesan si Lugu nantinya akan dilihat oleh real audiens demi menciptakan persepsi bahwa akun atau group atau fanpage admin memiliki kebebasan bertanya dan berpendapat.

Skenario kedua

Audiens yang berperan sebagai tetangga si pemilik rumah. Mereka tentunya mengenal betul dengan si calon pemimpin yang diusung. Sebut saja "si Pintar". Mereka akan menjawab segala pertanyaan si Lugu maupun real audiens dengan bijak. Sayangnya, jumlah mereka tidak banyak. Belum lagi materi yang mereka miliki juga terbatas, sehingga akan sulit jika harus menjawab semua pertanyaan yang mudah maupun kritis dengan jawaban yang memuaskan. Jika sudah begini, saatnya mengandalkan skenario ketiga.
Propaganda fans atau followers palsu mempengaruhi fans atau followers asli

Skenario ketiga

Audiens berperan sebagai akun garis keras. Mereka lebih agresif dalam menangani posting yang dianggap atau berpotensi menjatuhkan calon yang diusung. Sebut saja "si Galak". Mereka menanggapi dengan sinis setiap posting tanpa mempedulikan tanggapan mereka realisitis atau tidak. Meskipun ada real audiens yang netral ataupun dari kubu lawan dengan statement kritis, mereka dapat menanganinya dengan baik. Mereka menggunakan karakter dasar social media dimana statement mereka yang lebih banyak dapat menutup beberapa posting kritis real audiens. Dengan kata lain, kecil kemungkinan statement kritis real audiens dapat dibaca real audiens lain jika posting si Galak jumlahnya lebih banyak. Pada skenario ketiga ini, perannya jauh lebih banyak dan lebih sering dimainkan.
Baik si Lugu, si Pintar maupun si Galak, mereka tetaplah satu kesatuan. Mereka adalah tim yang solid yang siap "berperang" dengan tim milik kubu lawan. Kita juga sangat sulit menyadari yang mana real audiens maupun fake audiens.
Dengan perbandingan 10 : 1 fake audiens menutup statement kritis agar real audiens lain tidak percaya atau bahkan sama sekali tidak pernah tahu adanya statement kritis

Tahap 3

Memperbanyak akun "official"

Pada tahap ini, timses memperbanyak akun resmi yang pada kenyataannya adalah fake juga. Contohnya calon yang diusung bernama Budi yang mencalonkan diri sebagai Presiden. Maka yang akan kita temui adalah akun-akun bernama "Relawan Budi", "Pendukung Budi", "Teman Budi", "Sahabat Budi", "Budi for President", dan lain sebagainya. Terkadang juga menggunakan nominal seperti "100 Juta Rakyat Mendukung Budi", dan lain sebagainya. Semua akun official yang dibuat tentunya sudah terlebih dahulu dihuni oleh ratusan atau bahkan ribuan fake audiens.

Tujuannya memperbanyak akun official ini adalah demi menciptakan persepsi bahwa si Budi memiliki pendukung yang sangat banyak di social media.


Tahap 4

Fake Black Campaign 

Setiap kampanye politik tidak lepas dengan yang namanya black campaign (kampanye hitam). Black campaign pada dasarnya bertujuan untuk menjatuhkan kubu lawan dengan menggunakan berbagai konten yang membuat Kebohongan Politik di Social Media percaya dan membenci target black campain. Namun logika tersebut kemudian sengaja dibalikkan dengan mentargetkan diri sendiri. Ini yang paling berbahaya dari metode black campaign.
Loh, kok? Kenapa harus menyerang diri sendiri? Bukannya malah merugikan? Justru sebaliknya. Timses melakukan black campaign terhadap calon yang diusung dengan tujuan mendapat simpati dari real audiens yang seakan-akan kubu lawan "bermain kotor". 

Beragam isu "murahan" diangkat sebagai tema black campaign dimana kebanyakan orang tidak percaya isu tersebut, bahkan membenci si pembuat isu tersebut. Contoh isu murahan yang seringkali digunakan antara lain adalah isu yang berbau ras maupun agama. Contohnya, timses A membuat isu yang terkesan timses B menyerang timses A, "Jangan pilih pemimpin A yang berdarah Cina, negro dan arab". Pernyataan tersebut kemudian dibantah banyak fake audiens A ( dari pihak yang sama) membela timses A dengan menyebutkan "Jangan pilih pemimpin B karena pemimpin B itu rasis dan suka fitnah". Proses ini kemudian disaksikan oleh real audiens yang simpati kepada timses A dan membenci timses B. Padahal, kenyataannya timses B tidak pernah melakukan tindakan apapun.

Maka jangan heran kalau kita sering menemukan fanatik-fanatik agama dan ras berkeliaran dengan isu murahan yang pasti kita tidak mudah percaya. Kita menganggap kubu yang menjadi black campaign adalah korban yang harus kita bela. Meskipun pada kenyataannya isu kelompok fanatik itu sengaja dibuat oleh si korban. Pada proses akhir, dengan atau tanpa kita sadari, kita akan menjadi si Lugu, si Pintar, atau bahkan si Galak.
Kampanye hitam palsu yang dibuat untuk menciptakan persepsi negatif kubu lawan

Tahap 5

Menggunakan jasa Buzzer

Kita sering melihat bahwa trending topik di twitter seringkali dipenuhi dengan hal-hal yang sebenarnya tidak menarik bagi kita. Kita dapat mengetahui trending palsu tersebut dengan anggapan bahwa "Menjadi tren di twitter bukan berarti menjadi tren di google trend atau social media lainnya". Padahal ketika kita berbicara soal trend, harusnya topik tersebut dapat kita ketahui hampir di semua jejaring sosial. Atau setidaknya, orang-orang di sekitar kita juga mengetahuinya.

Dengan menggunakan jasa buzzer, para timses berlomba-lomba meningkatkan reach demi menarik perhatian real audiens. Namun jika kita terbiasa tidak menggunakan hanya 1 jenis media sosial, maka kita akan lebih mudah mengetahui kenyataan dibandingkan tren yang sengaja dibuat oleh para buzzer ini.


Cara Mengetahui Fake Audiens (Akun Palsu) di Social Media

Cara pertama, mengetahui fake audiens

Lihatlah para pemilik akun yang dianggap palsu dengan cara melihat profilenya. Lihat photo profile dan timelinenya. Umumnya, mereka tidak menggunakan foto asli. Batas timelinenya dimulai dalam periode paling lama 1 tahun. Screenshot profilenya. Kemudian kunjungi profilenya pada 1 bulan kemudian di pada masa kampanye atau setelah pemilihan umum. Apakah profile tersebut masih ada? Dengan nama dan foto yang sama?


Cara kedua, mengetahui fake official account

Sama dengan cara mengetahui fake audiensKita tidak akan pernah tahu kebenaran kampanye politik di sosial media. Seandainya facebook maupun twitter mau membuka data mereka dengan menyebutkan jumlah akun sebelum dan sesudah masa kampanye, kita akan mengetahui peningkatan drastis pada masa kampanye dan penurunan drastis setelah kampanye.

Sisi negatif pasti selalu ada. Dari berbagai kebohongan dan fitnah, kita sering terbawa dalam kampanye mereka. Kita bahkan dapat berselisih dengan orang terdekat kita hanya karena perbedaan pandangan politik.

Sisi Positif?

Tidak semua sisi negatif yang ada dalam kampanye politik di social media. Sisi positifnya, kita masih dapat belajar dari cara-cara kampanye seperti ini. Misalnya, kita dapat melakukannya di kampanye bisnis kita. Meskipun dipenuhi kebohongan juga, setidaknya kita tidak mengadu domba orang banyak.


Ditulis oleh:
Sony Swangga

Praktisi Humas, Social Media dan Pemasaran Digital
Hard Sell dan Soft Sell. Kita sering mendengar istilah seperti itu di berbagai kegiatan pemasaran. Tapi apa yang dimaksud dengan kedua istilah tersebut? Bagaimana hard sell atau soft sell dapat memiliki pengaruh besar dalam kegiatan pemasaran?

Berbisnis dengan Cara Hard Sell atau Soft Sell? Ini Tips dan Triknya




Sebelumnya memulainya, kita harus mengenal lebih dalam tentang Hard sell dan Soft sell.


Hard sell

Hard sell adalah teknik pemasaran yang biasa dikenal dengan istilah "keras", "agresif", dan cenderung "memaksa". Kita sering melihat berbagai pemasaran dengan cara hard sell di berbagai tempat atau berbagai media. Hard sell mengarahkan calon pelanggan untuk segera membeli produk kita sebelum masa berlaku benefitnya habis. Pesan yang terdapat dalam hard sell pada umumnya seperti "diskon", "potongan harga", "beli 1 gratis 1", "beli sekarang sebelum harga naik", dan lain sebagainya. Kegiatan pemasaran tipe hard sell ini sering kita temui pada waktu-waktu tertentu seperti saat menjelang hari raya keagamaan, libur nasional, dan momen lainnya.

Kebanyakan hard sell bertujuan meningkatkan jumlah penjualan. Meskipun demikian, dampak dari pemasaran hard sell tidak dapat berlangsung selamanya. Hal ini sering dijumpai di perusahaan-perusahaan di Indonesia yang banyak menekankan pada target penjualan.


Soft sell

Berbeda dengan hard sell, soft sell yang lebih "halus" mentargetkan calon pelanggannya. Soft sell lebih mengarahkan calon pelanggannya untuk mengingat suatu produk atau brand atau perusahaan kita. Soft sell tidak memberikan kesan "belilah", namun cukup hanya "ingatlah". Soft sell juga bertujuan untuk menyentuh hati calon pelanggan. Jika pesan soft sell kita berhasil menyentuh hati pelanggan, maka selanjutnya daya ingat merekalah yang akan mengingatkan mereka terhadap produk atau brand atau perusahaan kita.

Hanya soal waktu kapan calon pelanggan kita akan merasa membutuhkan, mereka akan membeli produk kita. Semakin kuat pesan soft sell yang diberikan, maka semakin cepat calon pelanggan kita akan membeli atau membeli produk kita. Dan yang terbaik setelah itu adalah, pelanggan kita akan merekomendasikan produk kita kepada orang lain, hingga pada tingkatan yang lebih tinggi, mereka sudah tidak peduli lagi dengan masalah harga jual yang kita tawarkan.

Baik Hard sell maupun soft sell, keduanya memiliki keunggulan serta kelemahan masing-masing. Kita tidak dapat langsung memutuskan secara terburu-buru. Kebanyakan orang langsung menggunakan hard sell sebagai teknik pemasaran. Sayangnya, bagi kita yang baru memulai bisnis cenderung tidak mengenal pasar kita tanpa berpikir panjang menerapkan pesan yang menjelaskan bahwa produk yang kita tawarkan harganya sangat "murah" dibandingkan produk lainnya. Padahal, tidak semua orang mengenal produk atau brand kita. Maka hasilnya akan menciptakan keraguan bagi calon pelanggan kita. Hal tersebut merupakan hal yang normal bagi setiap orang yang menginginkan penjualan produk yang banyak dan cepat.


Sebaliknya jika kita menggunakan strategi soft sell sebagai teknik awal berbisnis dengan terburu-buru, kita hanya akan menghabiskan banyak modal tanpa adanya penjualan. Sehingga kemungkinan terburuknya, kita akan cepat mengalami kebangkrutan. Lalu, bagaimana cara kita memulainya dengan efektif tanpa dampak negatif bagi bisnis kita?






smartbisnis.co.id




Ada banyak panduan menulis artikel website atau blog dengan baik. Namun tidak semua dapat dipraktikan dengan hasil yang diharapkan.

Terkadang kita terlalu terobsesi artikel yang kita tulis dapat muncul di berbagai pencarian keyword di berbagai macam situs pencari seperti google.

Atau juga terobsesi bahwa artikel yang kita tulis dapat mendatangkan banyak pengunjung dan menarik untuk dikomentari. Tapi jangan terburu-buru.

Banyaknya jumlah traffic atau visitor website atau blog tidak datang dengan sendirinya. Seperti halnya berbisnis, kita juga harus paham dengan calon pengunjung website atau blog kita. Kita juga perlu memahami pola pikir setiap orang dalam mencari suatu artikel di situs mesin pencari seperti google.

Cara menulis Artikel Website atau Blog dengan Baik


Artikel harus unik

Berbagai mesin pencari akan memilih website atau blog dengan artikel yang unik. Artinya, kita DILARANG mengcopy-paste sebuah artikel dari website atau blog milik orang lain.

Berbagai mesin pencari seperti google atau alexa.com sangat tidak menyukai artikel atau konten yang menyalin dari website atau blog lain yang sudah ada, sehingga website atau blog kita tidak akan terdaftar di mesin pencari manapun.

Sebaliknya, website atau blog dengan artikel yang unik dapat meningkatkan rangking di mesin pencari google atau alexa rank.

Jika kita ingin mengetahui apakah artikel kita cukup unik atau tidak, kita bisa melihat cara mengetahui artikel unik menggunakan Plagiarism Checker ini. Copy dan paste artikel yang sudah kita buat dan lihatlah seberapa besar kemungkinan artikel kita dinilai orisinil.

Namun jika kita ingin mengambil konten teks dari blog atau website orang lain, sebaiknya gunakan Article Rewriter ini. Selanjutnya copy dan paste artikel yang ingin kita ambil dari website atau blog milik orang lain.

Tapi sayangnya, cara menulis ulang hasil karya orang lain ini tidak begitu bagus hasilnya. Jika kita memang memiliki ide untuk menulis, biarkan saja ide itu mengalir di dalam tulisan yang kita buat tanpa harus mengambil artikel milik orang lain.

Kurangi menggunakan kata anda atau kamu

Kebanyakan orang menggunakan mesin pencari dalam mencari sebuah informasi tanpa menggunakan kata anda atau kamu.

Hal ini seringkali tidak disadari oleh para penulis blog atau artikel website yang justru lebih sering menggunakan kata anda atau kamu sebagai objek yang menjelaskan pembaca. Tidak percaya? Cobalah mencari sesuatu di google dengan kata "kamu" atau "anda" dilengkapi dengan objek pencarian.

Contoh:
"Cara memperbaiki smartphone android kamu"
"Tempat makan murah di sekitar anda"

Terlihat aneh?

Menggunakan kata tanya atau penjelasan

Kata tanya

Bagaimana, mengapa, siapa, kapan, dimana, apa. Sederhana, ketika kita menggunakan mesin pencari, seringkali kita menggunakan kata tanya sebagai keyword.

Kata penjelasan

Cara, panduan, inilah, tips, strategi, langkah-langkah, dan lain sebagainya. Lengkapilah dengan menggunakan kata kerja seperti membuat, menciptakan, melakukan, mendapatkan, menggunakan, mencari, dan lain sebagainya.

Kata penjelasan merupakan pola pikir kebanyakan yang digunakan para pencari informasi di mesin pencari.


Menulis artikel dengan minimal 1000 kata

Mesin pencari lebih menyukai artikel yang memiliki minimal 1000 kata di dalamnya. Jumlah kata dalam artikel halaman website atau blog sebenarnya sudah ditambah dengan seluruh elemen dalam website atau blog, seperti menu, kategori, artikel terkait, komentar, dan sebagainya yang terlihat dalam satu halaman penuh.

Namun bukan berarti kita akan merasa puas setelah artikel kita sudah mencapai 1000 kata.

Mesin pencari lebih menyukai artikel yang unik dengan jumlah kata yang lebih banyak yang menyajikan informasi lebih lengkap.

Pengunjung kita juga akan merasa puas membaca artikel kita dan menganggap website atau blog kita memiliki informasi yang cukup lengkap.

Kita bisa melihat berapa jumlah kata dan huruf dari artikel yang sudah kita tulis menggunakan tools Word Counter ini.

Menulis judul artikel secara spesifik

Judul dengan artikel yang lebih spesifik dapat lebih mudah dipilih calon pengunjung website atau blog pada saat mencari informasi dengan keyword di mesin pencari.

Menggunakan tools keyword search

Tidak semua penulis dapat memahami keyword yang digunakan pembacanya di mesin pencari. Tidak perlu bingung, kita bisa menggunakan keyword search tools yang dapat digunakan demi memahami pola pikir pembaca dari sisi mesin pencari.

Tips tambahan

Menulislah terlebih dahulu sebelum memberikan judul yang tepat untuk artikel kita. Terkadang, ketika menulis artikel orisinil, kita lebih mudah menentukan judul dari artikel yang sudah dibuat sebelumnya dibandingkan sebaliknya.

***

Sony Swangga
Praktisi Humas, Social Media dan Pemasaran Digital

Contact Me

Contact With Me

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and type setting industry when an unknown printer took a galley of type

  • 9908B Wakehurst St.Rockaway
  • 990800113322
  • info@domain.com
  • www.yourinfo.com